Prosa Puisi “Gadis yang Merindu”
Di balik jendela yang berembun, seorang gadis termenung, menatap jauh ke luar, seakan mencari sesuatu yang tak tampak oleh mata. Malam merayap pelan, membalut dunia dalam selimut gelap, sementara bintang-bintang menjadi saksinya yang diam.
“Kau tahu?” bisiknya pada bayangan yang tak ada, “Rindu ini seperti ombak, terus datang dan pergi, namun tak pernah benar-benar hilang.”
Ia menggenggam secarik kertas, surat yang pernah dikirimkan kekasihnya. Kata-kata di atasnya mulai memudar, tetapi dalam ingatannya, setiap huruf masih segar, setiap kalimat masih berbisik seperti lagu. Ia membaca ulang surat itu, bukan dengan mata, melainkan dengan hati. Setiap kata menghangatkan relung hatinya, namun sekaligus menciptakan kehampaan yang tak bisa ia isi.
“Di mana kau sekarang?” tanyanya pada gulita malam, berhias tangisan angin yang mengiris kesunyian. “Adakah kau menatap langit yang sama? Adakah kau mendengar detak rindu yang kusematkan dalam setiap helaan napas?”
Kenangan itu kembali menghampirinya, seperti tamu yang tak diundang namun selalu ditunggu. Ia teringat senyumnya, tawa yang seperti embun pagi, menyegarkan dan menenangkan. Ia teringat sentuhannya, lembut namun kokoh, seperti akar pohon yang menopang dunianya.
Namun kini, hanya bayangannya yang tersisa. Hari-hari pun berlalu layaknya daun-daun yang gugur; waktu tak pernah mau berhenti menunggu, meski sesaat. Tapi hatinya tetap diam di tempat yang sama, terpaku pada janji yang pernah mereka buat di bawah langit yang penuh bintang.
“Kau bilang, kita adalah dua burung yang akan selalu pulang ke sarang yang sama,” ujarnya sambil memejamkan mata. “Tapi mengapa aku merasa seperti burung yang kehilangan arah, terbang sendirian tanpa tujuan, mencari sarang yang tak lagi ada?”
Tangannya menyentuh lembut kaca jendela, terasa beku dan berembun, seperti hatinya saat ini. Ia ingin sekali memeluk angin, berharap angin itu bisa membawa pesan rindunya kepada sang kekasih. Namun angin terlalu bebas, terlalu liar untuk digenggam.
“Jika waktu adalah samudera yang ganas,” katanya lirih, “maka aku adalah perahu rapuh, terombang-ambing, bersama ombak yang akan membawaku ke dermaga, di mana kau menantiku.”
Ia menutup matanya, mencoba merasakan kehadirannya dalam ketiadaan. Dalam gelap, ia melihat bayangan wajahnya, samar namun nyata, seperti bintang yang tersembunyi di balik kabut. Ia mendengar suaranya, memanggil namanya dengan lembut, seperti melodi yang mengalun dari kejauhan.
“Aku rindu,” katanya, suaranya nyaris menjadi bisikan. “Rindu yang tak pernah bisa kubicarakan kepada siapa pun. Rindu yang hanya bisa kubagi dengan malam dan bayanganmu.”
Dan di sana, di dalam kesunyian malam yang penuh rahasia, gadis itu terus menunggu, terus merindu. Sebab rindu, baginya, adalah bukti bahwa cinta itu nyata. Bahwa meski jarak memisahkan tubuh, hati mereka tetap saling menggenggam, erat dalam keabadian yang hanya dimengerti oleh waktu.
by. MrTetriz
***
Jika kamu menyukai karya seperti di atas, maka kamu bisa mengunjungi berbagai Blog Prosa dan Puisi, yang saat ini ada banyak di internet. Salah satunya yang kami rekomendasikan adalah ddandrn.